FRONT PEMBELA ISLAM
Hari ini Pemred Playboy divonis
HUKUM-KRIMINAL
Jakarta (Lampost Online) - Nasib Pemred majalah Playboy, Erwin Arnada, akan segera ditentukan. Bebas atau menjadi penghuni hotel prodeo, tergantung dari keputusan hakim.
"Rencananya sidang akan dimulai pukul 10.00 WIB," ujar kuasa hukum Erwin, Ina H Rahman, saat dihubungi detikcom, Kamis (5/4/2007) pukul 08.00 WIB.
Sidang pembacaan vonis akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya. Bertindak sebagai ketua majelis hakim dalam kasus itu adalah Efran Basuning.
"Nanti usai sidang juga akan dilakukan konferensi pers di Hotel Grand Kemang, tapi silakan nanti konfirmasi ke Pak Erwin saja," imbuh Ina.
Beberapa waktu yang lalu, Erwin dituntut oleh jaksa penutut umum dengan pidana penjara 2 tahun. Tuntutan itu mengundang protes sebagian pengunjung sidang yang berasal dari berbagai ormas Islam. Mereka menilai tuntutan itu terlalu ringan.
Dalam dakwaan subsider, Erwin didakwa pasal 282 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Dan dakwaan lebih subsider diancam pasal 282 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Selaku editor in chief (pemred) dan juga Direktur Operasional PT Velvet Silver Media, Erwin bertanggung jawab penuh atas penerbitan Playboy Indonesia edisi April hingga Juli 2006.
Hukuman maksimal pelanggaran pasal 282 ayat 1 KUHP tentang kesopanan dan kesusilaan adalah penjara 2 tahun 8 bulan. (nvt/nrl)
Lampung Post - Kamis, 5 April 2007
_________________________________
Indonesia braces for "Playboy" verdict
Jakarta (ANTARA News) - Hundreds of police with water cannon were deployed Thursday as an Indonesia court prepared to rule whether the editor of the local version of Playboy was guilty of publishing indecent material.
About 100 militant Muslims were on hand for the verdict, shouting "God is great!" and vowing "judgement our way" if Erwin Arnada was acquitted.
Prosecutors have called for Arnada, 42, to be jailed for two years in a case seen as pitting press freedom against conservative Islamic mores in the world's most populous Muslim-majority nation.
Heru Hendratmoko, the chairman of the Alliance of Independent Journalists, said he hoped Arnada would be let go in the interest of press freedom.
"I am fairly optimistic," he said, adding that the editor should not have been subjected to a criminal trial.
But the hardline Islamic Defenders Front (FPI) warned it would "declare war" against the adult magazine, which is still being published in Indonesia, if the court in Jakarta failed to jail Arnada.
"We will attack the Playboy office and sweep up copies of the magazine, which will destroy the morals of Indonesian children," Irwan Asidi, one of the Front's leaders, told AFP.
Ahead of the verdict he had said about 1,000 like-minded Muslims would be mobilised to the court for the verdict, but late Thursday morning only about 100 were present.
About 20 FPI members were inside the courtroom itself as a panel of judges began reading the verdict.
"Playboy destroyed the mentality of the Indonesian generation. We have to fight against them. Islam not only protects Muslim followers but also non-Muslim," FPI member Abdul Khodir said.
"We are going to do judgement our way," if the editor is acquitted, said Muhammad al Khaththath, the secretary general of Forum Umat Islam, an umbrella group containing FPI and other hardline organisations.
Local police chief Donny Sabardi said 665 police officers had been mobilised, including members of a paramilitary brigade who arrived with water cannon.
Arnada's lawyer Ina Rachman said she hoped the court would rule objectively despite the protests.
"I hope the judges will take a decision independently and free from third-party influences. We all know that the FPI has threatened all parties, including the judges and myself," she told AFP.
Prosecutors said Arnada had upset society and damaged Indonesia's morals.
The charge of publishing indecent material carries a jail term of up to 32 months.
Arnada has argued that Playboy Indonesia does not publish photographs of naked women or do anything illegal. (*)
_________________________________
KOMENTAR USIL
Sunny Ambon
E-mail: ambon@tele2.se
Sesuai sumber berita tidak resmi tetapi bisa dipercaya, dikabarkan bahwa mulai bulan depan para petinggi negara yang bertugas di luarnegeri atau yang bepergian ke luarnegeri akan diwajibkan memakai kacamata hightech istimewa buatan IUM & Co. Tujuannya untuk memfilter gambar-gambar atau tulisan yang tidak senonoh dengan undang-undang kesucian negara.
Jangan bikin petisi anti FPI!
sohib-sohib ana lagi berjuang menegakkan Syariat Islam
Assalamu'alaikum wr wb,
Ana sungguh heran bin takjub. Kenapa banyak kaum durhaka dan kafir tidak menyukai FPI? Padahal FPI adalah tameng bagi perjuangan Islam untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Dalam berjuang mereka begitu tegas tak pandang bulu. Penampilan mereka begitu bersahaja dan santun dengan busana seperti dikenakan oleh para sahabat Rasulullah.
Dipimpin oleh Habib Riziek yang ana cintai sepanjang hayat masih dikandung badan, tujuan utama FPI adalah ingin menyadarkan umat manusia untuk kembali ke jalan Allah dan tidak melanggar aturan dan norma-norma Islam seperti diajarkan oleh Rasulullah.
Untuk itu, dengan tegas ana menolak keberadaan petisi ini:
l
Siapa yang berani-beraninya mengisi petisi tersebut di atas, sudah dijanjikan oleh Allah untuk masuk Neraka Jahanam!
Mari kita bersama-sama rapatkan barisan....
Wassalamu'alaikum wr wb,
INDONEBIA
ana doyan petis tapi tidak suka petisi
FPI anti komunis!
palu arit, lambang komunis
Alfian Tanjung: "Ngaku Sajalah Komunis!"
Kamis, 05 April 2007
Ketua GN Patriot Indonesia, Alfian Tanjung meminta Dita Indah Sari mengaku jujur perihal organisasinya yang berbau “komunis”. Indah tetap menepis
Hidayatullah.com — “Ayo, ngaku sajalah komunis,” demikian pinta Alfian Tanjung saat berdebat dengan Ketua Majelis Pertimbangan Papernas Dita Indah Sari dalam sebuah debat politik yang diselenggarakan stasiun TV SCTV Rabu (4/4) tadi malam.
Dalam debat bertajuk “Topik Minggu Ini”, selain hadir Dita, turut hadir pula sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam, Ketua Gerakan Nasional Patriot Indonesia Alfian Tanjung, dan Direktur Eksekutif Institut for Policy Studies Fadli Zon. Malam itu, mereka bedialog guna membahas kontroversi Papernas yang baru-baru itu banyak ditolak kehadirannya oleh kalangan masyarakat.
Front Anti Komunis Indonesia (FAKI), pihak yang melarang, beralasan, Paprenas adalah penjelmaan komunisme gaya baru dan dianggap melawan ketetapan MPR mengenai larangan penyebaran ajaran Marxisme dan Leninisme.
Senada dengan FAKI, Ketua Gerakan Nasional Patriot Indonesia ini menilai Papernas adalah embrio komunis. Ini tak lain dari cara-cara gerakan partai ini yang selalu mengusung kemiskinan dan masalah sosial sebagai agenda utamanya. Menurut Alfian, semua ini dilakukan hanya untuk menarik massa sebelum bermetamorfosa menjadi partai komunis. "Ini sudah menjelang kodok, buntutnya tinggal dikit," tutur pria berjanggut tipis ini.
Bagaimana tanggapan Dita atas permintaan Alfian Tanjung itu? Menurut Dita, kelompoknya memang mengakui berhaluan kiri. Namun dirinya mengelak jika disebut berfaham komunis. "Seakan-akan semua yang ‘kiri’ itu komunis," tutur pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Serangan nara sumber dengan mengungkapkan data dan fakta, nampaknya membuat Dita kalang kabut malam itu. Alih-alih menghindari tudingan miring cap komunis, Dita justru membelokkan terhadap kesalahan Orde Baru dan syariah Islam.
Fadli Zon mengakui Orde Baru ada kesalahan, namun tak semua yang ada di jaman Orde Baru adalah salah. Fadli mengatakan, banyak sejarah penting sebagai bentuk kebiadaban PKI yang kini berusaha dimanipulasi.
Menurutnya, bagaimanapun, yang merasakan dampaknya dan sakitnya adalah rakyat, khususnya umat Islam terhadap Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
Karena bahayanya, menurut Fadli, PKI benar-benar ancaman serius. Menurut Mahasiswa Program Studi Rusia FSUI ini, di beberapa Negara demokrasi pun, paham komunisme sangat dilarang. Di Jerman misalnya, Partai Nazi tetap dilarang karena trauma. Di Amerika partai rasis Black Party juga dilarang.
Ia mengingatkan, jika komunisme mulai bangkit, yang paling cepat reaksinya adalah umat Islam. Lebih jauh, Fadli menyarankan, agar Papernas tak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang larangan partai komunis. "Kalau bukan komunis kenapa enggak?" kata penyunting buku "Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948".
Benang PKI?
Maret lalu, sejumlah elemen masyarakat melakukan penolakan terhadap Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas). Penolakan dimulai ketika dideklarasikan akhir Januari silam di Kaliurang, Yogyakarta lalu menyusul ke Jakarta.
Penghadangan dilakukan massa dari Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi Rempug (FBR) dan beberapa eleman masyarakat. Massa menyerang iringan-iringan massa pendukung Papernas yang akan mendeklarasikan partai itu di Tugu Proklamasi, Jakarta kala itu.
Pihak yang menghadang beralasan, Papernas masih ‘onderbow PKI’, tak jauh beda PRD. Namun yang jelas, penghadangan itu bukan satu-satunya terjadi. Sebelumnya, di beberapa daerah, deklarasi partai ini juga diwarnai protes sejumlah kelompok massa.
Di Batu, Malang, Jawa Timur, misalnya, awal Maret silam, anggota organisasi Islam membubarkan konferensi pertama Papernas. Bahkan, bendera dan atribut Papernas lainnya pun dibakar massa. Juga di beberapa Lampung,
Di Jogja, pada Januari 2007, puluhan warga yang tergabung dalam Front Antikomunis Indonesia (FAKI) mengancam membubarkan kongres pertama Papernas di Kaliurang, Jogyakarta. Massa FAKI membakari atribut dan perlengkapan Papernas. [sctv/hid/cha]
Source : http://hidayatullah.com/index.phpoption=com_content&task=view&id=4496&Itemid=1
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda